MAKALAH PROGRAM BIMBINGAN DI SEKOLAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam suatu rencana kegiatan sekolah diperlukannya berbagai program sekolah salah satunya yaitu layanan program bimbingan dan konseling, dalam hal ini bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalam sifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibantu orang lain. Khususnya bagi yang terakhir inilah bimbingan dan konseling diperlukan.
Kegiatan bimbingan konseling dapat mencapai hasil yang efektif bila mana dimulai dari adanya program yang disusun dengan baik. Penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah adalah seperangkat kegiatan yang dilakukan melalui berbagai bentuk survei, untuk menginventarisasi tujuan, kebutuhan, kemampuan sekolah, serta persiapan sekolah untuk melaksanakan program bimbingan dan konseling.
Pada pelaksanaan bimbingan dan konseling di Sekolah guru memiliki perananan yang sangat penting karena guru merupakan sumber yang sangat menguasai informasi tentang keadaan siswa.
Meskipun keberadaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah sudah lebih diakui sebagai profesi, namun masih ada persepsi negatif tentang bimbingan dan konseling terutama keberadaannya di sekolah dari para guru, sebagian pengawas, kepala sekolah, para siswa, orang tua siswa bahkan dari guru BK sendiri. Selain persepsi negatif tentang BK, juga sering muncul tudingan miring terhadap guru bimbingan dan konseling di sekolah.
Munculnya persepsi negatif tentang BK adalah tidak diketahuinya fungsi, arah dan tujuan bimbingan di sekolah atau tidak disusunnya program BK secara terencana. Dapat juga disebabkan oleh ketidaktahuan akan tugas, peran, fungsi, dan tanggung jawab guru BK itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari program bimbingan?
1.2.2 Bagaimana langkah-langkah penyusunan program bimbingan?
1.2.3 Bagaimana variasi program bimbingan menurut jenjang pendidikan?
1.2.4 Siapa saja tenaga bimbingan di sekolah beserta bagaimana fungsi dan peranannya?
1.2.5 Bagaimana struktur bimbingan dan konseling di sekolah?
1.2.6 Bagaimana mekanisme implementasi program bimbingan dan konseling di sekolah?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengkaji pengertian dari program bimbingan.
1.3.2 Merumuskan langkah-langkah penyusunan program bimbingan.
1.3.3 Mengidentifikasi variasi program bimbingan menurut jenjang pendidikan.
1.3.4 Merumuskan tenaga bimbingan di sekolah beserta fungsi dan peranannya.
1.3.5 Merumuskan struktur bimbingan dan konseling di sekolah.
1.3.6 Mengidentifikasi mekanisme implementasi program bimbingan dan konseling di sekolah.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi penulis, dapat mengetahui informasi yang lebih mendalam mengenai program bimbingan di sekolah.
1.4.2 Bagi pembaca, memperoleh informasi mengenai program bimbingan di sekolah, agar nantinya berguna bagi pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Program Bimbingan di Sekolah
Pelayanan bimbingan di sekolah/madrasah merupakan usaha membantu peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan pengembangan karir. Pelayanan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual atau kelompok, sesuai kebutuhan potensi, bakat, minat, serta perkembangan peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik.
Suatu program layanan bimbingan dan konseling tidak akan berjalan efisien sesuai kebutuhan keadaan siswa jika dalam pelaksanaannya tanpa suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, artinya dilakukan secara sistematis jelas dan terarah. Penyususnan program bimbingan dan konseling sangat memegang peranan penting dalam keberhasilan pelaksanaan layanan bimbingan di sekolah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlulah disusun program bimbingan di sekolah agar usaha layanan bimbingan di sekolah betul berdaya guna dan berhasil guna serta tepat sasaran.
Kegiatan bimbingan dan konseling dapat mencapai hasil yang efektif bilamana dimulai adanya program yang disusun dengan baik. Program berisi rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka pemberian layanan bimbingan konseling.
Winkel (dalam Soejipto,1999: 90) menjelasakan bahwa program bimbingan merupakan suatu rangkaian kegiatan terencana, teroganisasi, dan terkoordinasi selama priode waktu tertentu.
Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell (dalam Soejipto,1999: 91) program bimbingan dan konseling adalah suatu program yang memberikan layanan khusus yang dimaksudkan untuk membentu individu dalam mengadakan penyesuaian diri.
Program bimbingan memberikan arah yang jelas dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan efisien dan efektif.
Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (dalam Soejipto,1999: 91) menyatakan bahwa program bimbingan yang disusun dengan baik dan rinci akan memberikan banyak keuntungan , seperti :
a) Memungkinkan para petugas menghemat waktu, usaha, biaya, dan menghindari kesalahan-kesalahan, dan usaha coba-coba yang tidak menguntungkan;
b) Memungkinkan siswa untuk mendapatkan layanan bimbingan secara seimbang dan menyeluruh, baik dalam hal kesempatan, ataupun dalam jenis layanan bimbingan yang diperlukan;
c) Memungkinkan setiap petugas mengetahui dan memahami peranannya masing-masing dan mengetahui bagaimana dan dimana mereka harus melakukan upaya secara tetap; dan
d) Memungkinkan para petugas untuk menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk kemajuannya sendiri dan untuk kepentingan siswa yang dibimbingnya.
Pendapat di atas, menekankan perlunya rumusan program bimbingan yang jelas dan sistematik. Keberhasilan dalam merumuskan program yang demikian, merupakan titik awal keberhasilan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi program bimbingan
Program bimbingan di sekolah terdiri atas pelayanan-pelayanan yang dikoordinasi dan yang dilakukan oleh dewan sekolah, termasuk kepala sekolah, guru-guru, dan pegawai-pegawai sekolah yang lain dalam kerjasamanya dengan lembaga-lembaga dalam masyarakat yang ada hubungannya dengan pendidikan dan bimbingan. Semua pelayanan ditujukan untuk membangun kesejahteraan individu dan kelompok dalam arti yang luas.
Dari uraian diatas ternyata bahwa program bimbingan itu menyangkut berbagai faktor. Disamping faktor pelaksana (orang-orang yang bertugas melaksanakan bimbingan itu), juga faktor alat dan perlengkapan, metode dan bentuk pelayanan, anak-anak atau murid-murid yang menerima bimbingan itu, dan lembaga-lembaga masyarakat yang erat hubungannya dengan pelaksanaan bimbingan itu.
Mengingat hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa berhasil atau tidaknya suatu program bimbingan di sekolah sebagian besar bergantung pada:
1. Bagaimana pengertian dan penerimaan kepala sekolah tentang fungsi dan tujuan bimbingan itu.
2. Latihan, pengalaman, minat dan pengetahuan tentang bimbingan yang dimiliki oleh para pelaksananya.
3. Bagaimana pandangan guru-guru dan masyarakat terhadap kebutuhan-kebutuhan bimbingan itu bagi murid-murid
4. Kerjasama antara guru-guru, orang tua murid, dan masyarakat.
5. Biaya dan perlengkapan yang tersedia.
Dengan demikian, tidak mengherankan jika program bimbingan antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain berbeda. Itu hal yang sewajarnya. Pelaksanaan program bimbingan hendaklah disesuaikan dengan keadaan dan tujuan sekolah masing-masing, besar-kecilnya sekolah, letak sekolah, tingkatan sekolah serta jenis sekolah (umum atau kejuruan), semua itu mempengaruhi dan menentukan apa dan bagaimana program bimbingan itu hendaknya dilaksanakan.
Meskipun pelaksanaan program bimbingan itu mungkin berlain-lainan, ada satu hal yang sama yang tidak boleh kita lupakan, yaitu bahwa program bimbingan itu haruslah dilaksanakan sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah digariskan pemerintah , yang berdasarkan falsafah Negara, yaitu Pancasila dan UUD 1945. (dalam Ngalim Purwanto, 2003:178)
• Ciri-ciri umum program bimbingan
Program bimbingan antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain memang berbeda-beda, akan tetapi program-program bimbingan itu mengandung sifat-sifat dan ciri-ciri sebagai berikut (dalam Ngalim Purwanto, 2003:179):
1. Kegiatan bimbingan (proses yang menyangkut penilaian, penyesuaian, organisasi, dan perkembangan) haruslah dilakukan secara kontinyu sejak dari tamat kanak-kanak sampai pada pendidikan orang dewasa, termasuk tingkatan akademik dan universitas, dan juga pelayanan-pelayanan masyarakat bagi para pemuda dan orang-orang dewasa yang sudah keluar dari sekolah.
2. Proses bimbingan haruslah menyerap setiap kegiatan sekolah dan dilakukan oleh guru-guru serta orang-orang yang memiliki keahlian khusus dalam hal itu.
3. Program bimbingan hendaklah definitif (tegas, jelas batas-batasannya), mudah dipahami bagaimana prosedurnya, dan kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan.
4. Semua fase program bimbingan haruslah dikoordinasi, termasuk kegiatan-kegiatan masyarakat, dalam suatu pelayanan yang disusun secara teratur dan sitematis, berbagai pelayanan diarahkan pada tujuan yang sama.
5. Program itu hendaklah mengarah pada tujuan-tujuan dan masalah-masalah individu murid-murid, seperti pengertian akan dirinya sendiri, perkembangan dan pengarahan diri, serta orientasinya terhadap masyarakat.
2.2 Langkah-langkah Penyusunan Program Bimbingan
Kegiatan bimbingan dan konseling dapat mencapai hasil yang efektif dan optimal bilamana dimulai dari adanya program yang disusun dengan baik. Program bimbingan dan konseling disuatu sekolah sebaiknya disusun setiap tahun pada awal tahun ajaran. Penyusunan program dapat dibedakan menjadi dua yaitu membuat program yang sama sekali baru, dan atau mengembangkan program yang sudah ada. Dalam menyusus program bimbingan ada beberapa tahap yang harus dilalui. Berikut ini adalah empat tahap penyusunan program bimbingan yang dikemukakan oleh Miller :
1. Tahap persiapan
Langkah ini dilakukan melalui survei untuk menginventarisasikan tujuan, kebutuhan dan kemampuan sekolah, serta kesiapan sekolah bersangkutan untuk melaksanakan program bimbingan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menentukan langkah awal pelaksanaan program.
2. Pertemuan-pertemuan permulaan
Pertemuan- pertemuan permulaan dilaksanakan para konselor yang telah ditunjuk oleh pemimpin sekolah. Tujuan pertemuan ini adalah untuk menyamakan pemikiran tentang perlunya program bimbingan serta merumuskan arah program yang akan disusun.
3. Pembentukan panitia sementara
Pembentukan panitia sementara bertujuan untuk merumuskan program bimbingan. Tugas dari panitia sementara yaitu merumuskan tujuan program bimbingan yang akan disusun, mempersiapkan bagan organisasi dari program tersebut, dan membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang akan disusun.
4. Pembentukan panitia penyelenggara program
panitia ini bertugas mempersiapkan program tes, mempersiapkan dan melaksanakan system pencatatan dan melatih para pelaksana program bimbingan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Selain cara yang dikemukakan oleh Miller, terdapat pula langkah-langkah penyusunan program bimbingan yang lebih sederhana, yaitu :
1. Mengidentifikasi kebutuhan kebutuhan sekolah terutama yang ada kaitannya dengan kegiatan bimbingan. Pada kegiatan ini dapat dilakukan pertemuan-pertemuan dengan personel sekolah lainnya guna mendapatkan masukan (input) mengenai berbagai hal yang perlu ditangani oleh konselor.
2. Setelah data terkumpul perlu dilakukan penentuan urutan prioritas kegiatan yang akan dilakukan dan sekaligus menyususn konsep program bimbingan yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Dalam kegiatan ini ditentukan pula personalia yang akan melaksanakan program kegiatan itu serta sasaran dari program tersebut.
3. Konsep program bimbingan dibahas bersama kepala sekolah bila perlu dengan mengundang personel sekolah untuk memperoleh balikan untuk penyempurnaan program tersebut.
4. Penyempurnaan konsep program
5. Pelaksanaan program yang telah direncanakan
6. Setelah program dilaksanakan perlu diadakan evaluasi. Tujuannya untuk mengetahui jika terdapat bagian-bagian yang tidak terlaksana kemudian dicari factor penyebabnya
7. Dari hasil evaluasi program tersebut kemudian dilakukan penyempurnaan (revisi) untuk program berikutnya.
2.3 Variasi Program Bimbingan Menurut Jenjang Pendidikan
Layanan bimbingan dan konseling di sekolah seharusnya dilaksanakan secara terus-menerus, mulai dari jenjang pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai jenjang pindidikan tertinggi (perguruan tinggi). Layanan bimbingan mempunyai penekanan-penekanan yang berbeda-beda untuk setiap jenjang pendidikan, hal ini dikarenakan kebutuhan dan perkembangan anak untuk setiap jenjang pendidikan. Menurut Winkel (dalam Soejipto,1999: 93) terdapat beberapa rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program bimbingan di tingkat tertentu, yaitu:
a) Menyusun tujuan jenjang pendidikan tertentu
b) Menyusun tugas-tugas perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik pada tahap perkembangan tertentu
c) Menyusun pola dasra yang dipedomani dala memberikan layanan
d) Menentukan komponen-komponen bimbingan yang diprioritaskan
e) Menentukan bentuk bimbingan yang sebaiknya diutamakan
f) Menentukan tenaga-tenaga bimbingan yang dapat dimanfaatkan.
a. Pendidikan Taman Kanak-Kanak
Taman kanak-kanak sebenarnya belum termasuk pendidikan formal, namun tenaga-tenaga pendidiknya juga dituntut untuk memberikan layanan bimbingan
Layanan bimbingan dan konseling di taman kanak-kanak hendaknya ditekankan pada:
a) Bimbingan yang berkaitan dengan kemandirian dan keharmonisan dalam menjalin hubungan sosial dengan teman-teman sebayanya.
b) Bimbingan pribadi, seperti penumpukan disiplin diri dan memahami perintah.
Layanan bimbingan untuk anak taman kanak-kanak perlu dilakukan untuk memnuhi kebutuhan psikologis.
b. Program Bimbingan di Sekolah Dasar
Program kegiatan bimbingan dan konseling untuk siswa-siswa sekolah dasar lebih menekankan pada usaha pencapaian tugas-tugas perkembangan mereka antara lain mengatur kegiatan-kegiatan belajarnya dengan bertanggung jawab; dapat berbuat dengan cara-cara yang dapat diterima oleh orang dewasa serta teman-teman sebayanya, mengembangkan kesadaran moral berdasarkan nilai-nilai kehidupan dengan membentuk kata hati (Winkel, dalam Soejipto,1999: 95). Program bimbingan hendaknya mengacu kepada tujuan umum di SD yaitu memiliki sifat-sifat dasar sebagai warga negara yang baik, menikmati kesehatan jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pelajaran, bekerja di mayarakat, dan mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.
Gibson dan Mitchell (dalam Soejipto,1999: 95)mengemukakan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, seperti:
a) Kegiatan bimbingan di SD hendaknya lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas belajar.
b) Di SD masih menggunakan sistem guru kelas.
c) Adanya ecenderungan seorang anak bergantung kepada teman sebayanya.
d) Minat orang tua dominan mempengaruhi nilai kehidupan anak.
e) Masalah-masalah yang timbul di tingkat SD, tidak terlalu kompleks.
Layanan bantuan lebih banyak menggunakan jenis bimbingan kelompok, dan tenaga yang memgang kunci dalam kegiatan bimbingan itu adalah guru kelas.
c. Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Jika di sekolah dasar umumnya diasuh oleh guru kelas, namun di SLTP diasuh oleh guru bidang studi. Sehingga siswa-siswa dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan guru yang bervariasi. Siswa dituntut untuk lebih mandiri khususnya dalam belajar.
Progam bimbingan dan konseling untuk siswa SLTP hendaknya berorientasi kepada pencapaian tugas perkembangan untuk siswa pada tingkat SLTP antara lain: menerima peranannya sebagai pria atau wanita, memperjuangkan taraf kebebasan yang wajar dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, menambah bekal pengetahuan dari pemahaman untuk pendidikan lanjutan, serta mengembangkan kata hati sesuai dengan nilai-nilai kehidupan.
Hambatan dari pencapaian tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain: kurang kepercayaan diri, kurangnya kepekaan perasaan, sering timbulnya kegelisahan, dan kurangnya semangat kerja keras. Sehingga program bimbingan hendaknya diarahkan atau ditekankan pada penanggulangan masalah itu sehingga mereka dapat mencapia tugas-tugas perkembangannya dengan baik.
Secara garis besar program bimbingan dan konseling di SLTP hendaknya berorientasi kepada:
a) Bimbingan belajar
b) Bimbingan tentang hubungan muda-mudi
c) Bimbingan mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan sosial
d) Bimbingan yang berorientasi pada tugas-tugas perkembangan anak usia 12-15 tahun
e) Bimbingan karier
d. Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
Cole (dalam Soejipto,1999: 98) mengemukakan beberapa tugas-tugas perkembangan pada usia remaja (siswa SLTA) yaitu bertujuan untuk mencapai: (1) kematangan emosional, (2) kemantapan minat terhadap lawan jenis, (3) kematangan sosial, (4) kebebasan dari kontrol orang tua, (5) kematngan intelektual, (6) kematangan dalam pemilihan pekerjaan, (7) efisiensi penggunaan waktu luang, (8) kematangan dalam memahami falsafah hidup, dan (9) kematangan dalam kemampuan mengidentifikasidiri.
Oleh sebab itu, program bimbingan di SLTA hendaknya berorientasi kepada:
a) Hubungan muda-mudi/hubungan sosial
b) Pemberian informasi pendidikan dan jabatan
c) Bimbingan cara belajar.
e. Program Bimbingan di Perguruan Tinggi
Tugas-tugas perkembangan pada usia dewasa menuntut seseorang untuk lebih mandiri, dan berdisiplin diri. Mereka hendaknya mampu mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan potensi-potensi yang dimilki dan mampu merencanakan masa depan sesuai dengan keadaad dirinya.
Efektivitas dan efisiensi program bimbingan dapat terwujud bila diarahkan kepada masalah-masalah sebagaimana digambarkan di atas. Oleh sebab itu, program bimbingan di perguruan tinggi hendaknya berorientasi kepada:
1) Bimbingan belajar di perguruan tinggi atau bimbingan yang bersifat akademik
2) Hubungan sosial dan hubungan muda-mudi.
Jenis Program Menurut Jenjang Waktu Pelaksanaannya (Depdiknas, 2008:15)
a. Program tahunan yang didalamnya meliputi program semesteran dan bulanan yaitu program yang akan dilaksanakan selama satu tahun pelajaran dalam unit semesteran dan bulanan. Program ini mengumpulkan seluruh kegiatan selama satu tahun untuk masingmasing kelas. Program tahunan dipecah menjadi program semesteran dan program semesteran dipecah menjadi program bulanan.
b. Program bulanan yang didalamnya meliputi program mingguan dan harian, yatiu program yang akan dilaksanakan selama satu bulan dalam unit mingguan dan harian. Program ini mengumpulkan seluruh kegiatan selama satu bulan untuk kurun bulan yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya dengan modifikasi sesuai dengan kebutuhan siswa. Program bulanan merupakan jabaran dari program semesteran, sedangkan program mingguan merupakan jabaran dari program bulanan.
c. Program harian yaitu program yang akan dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program mingguan untuk kelas tertentu. Program ini dibuat secara teretulis pada satuan layanan (satlan) dan atau kegiatan pendukung (satkung) bimbingan dan konseling.
2.4 Tenaga Bimbingan di Sekolah Beserta Fungsi dan Peranannya
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah, yaitu kepala sekolah, guru-guru, wali kelas, dan petugas sekolah lainnya (dalam Soejipto,1999: 99). Seluruh personel sekolah terkait dalam pelaksanaan bimbingan karena bimbingan merupakan salah satu unsur dari sistem pendidikan nasional. Sehingga layanan bimbingan dan konseling tidak hanya menjadi tanggung jawab konselor. Misalnya, ada seorang siswa yang jarang berkomunikasi dengan siswa lainnya atau kurang bersosialisasi antar warga sekolah. Setelah ditelusuri ternyata siswa tersebut memiliki sifat yang pemalu. Saat keadaan seperti itu bimbingan dan konseling diperlukan dan seluruh personel sekolah ikut membantu.
Konselor di sekolah terdiri atas (dalam Soejipto, 1999: 100):
a) Kepala sekolah
b) Guru konselor atau guru pembimbing
c) Tenaga khusus atau psikolog sekolah, pekerja sosial sekolah; dokter dan juru rawat.
Sedangkan dalam Kurikulum SMA 1975 Buku III C tentang Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan dikemukakan bahwa konselor di sekolah terdiri atas: (a) kepala sekolah, (b) penyuluh pendidikan (konselor sekolah), (c) guru penyuluh atau wali kelas, (d) guru, dan (e) petugas administrasi. Rinciannya sebagai berikut.
1. Kepala Sekolah
Kepala sekolah memiliki peranan atau tugas dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. Tugas-tugasnya sebagai berikut.
1) Membuat rencana/program sekolah secara menyeluruh.
2) Mendelegasikan tanggung jawab tertentu dalam pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan.
3) Mengawasi pelaksanaan program.
4) Melengkapi dan menyediakan kebutuhan fasilitas bimbingan dan penyuluhan.
5) Mempertanggungjawabkan program tersebut baik ke dalam (sekolah) maupun ke luar (masyarakat).
6) Mengadakan hubungan dengan lembaga-lembaga di luar sekolah dalam rangka kerja sama pelaksanaan bimbingan.
7) Mengkoordinasikan kegiatan bimbingan dengan kegiatan-kegiatan lainnya.
2. Penyuluh Pendidikan (Konselor Sekolah)
Konselor sekolah sangat berperan dalam kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. Adapun peranan dan tugas konselor sekolah dalam kegiatan bimbingan dan konseling sebagai berikut.
1) Menyusun program bimbingan dan konseling bersama kepala sekolah.
2) Memberikan garis-garis kebijaksanaan umum mengenai kegiatan bimbingan dan konseling.
3) Bertanggung jawab terhadap jalannya program.
4) Mengkoordinasikan laporan kegiatan pelaksanaan program sehari-sehari.
5) Memberikan laporan kegiatan kepada kepala sekolah.
6) Membantu untuk memahami dan mengadakan penyesuaian kepada diri sendiri, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial yang makin lama makin berkembang.
7) Menerima dan mengklasifikasikan informasi pendidikan dan informasi lainnya yang diperoleh dan menyimpannya sehingga menjadi catatan komulatif siswa.
8) Menganalisis dan menafsirkan data siswa untuk menetapkan suatu rancana tindakan prositif terhadap siswa.
9) Menyelenggarakan pertemuan staf.
10) Melaksanakan bimbingan kelompok dan konseling individual.
11) Memberikan informasi pendidikan dan jabatan kepada siswa-siswa dan menafsirkannya untuk keperluan pendidikan dan jabatan.
12) Mengadakan konsultasi dengan instansi-instansi yang berhubungan dengan program bimbingan dan konseling dan memimpin usaha survey dalam masyarakat sekitar sekolah untuk mengetahui lapangan-lapangan kerja yang terbuka.
13) Bersama guru membantu siswa memilih pengalaman atau kegiatan-kegiatan ko-kurikuler yang sesuai dengan minat, sifat, bakat, dan kebutuhannya.
14) Membantu guru menyusun pengalaman belajar dan membuat penyesuaian metode mengajar yang sesuai dengan dan dapat memenuhi sifat masalah masing-masing siswa.
15) Mengadakan penelaahan lanjutan terhadap siswa-siswa tamatan sekolahnya terhadap siswa putus sekolah serta melakukan usaha penilaian lain yang berhubungan dengan program bimbingan secara tetap.
16) Mengadakan konsultasi dengan orang tua siswa dan mengadakan kunjungan rumah.
17) Menyelenggarakan pembicaraan kasus.
18) Mengadakan wawancara latihan bagi para petugas bimbingan.
19) Menyelenggarakan program latihan bagi para petugas bimbingan.
20) Melakukan alihtangan masalah siswa kepada lembaga atau ahli lain yang lebih berwenang.
3. Guru Pembimbing/Wali Kelas
Siswa yang menjadi binaan wali kelas akan ditangani oleh wali kelas dalam menangani masalah-masalah yang dihadapi siswa. Berkenaan dengan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah peran dan tanggung jawab sebagai berikut.
1) Mengumpulkan data tentang siswa.
2) Menyelenggarakan bimbingan kelompok.
3) Meneliti kemajuan dan perkembangan siswa.
4) Mengawasi kegiatan siswa sehari-hari.
5) Mengobservasi kegiatan siswa di rumah.
6) Mengadakan kegiatan orientasi.
7) Memberikan penerangan.
8) Mengatur dan menempatkan siswa.
9) Memantau hubungan sosial siswa dengan individu lainnya dari berbagai segi.
10) Bekerjasama dengan konselor dalam membuat sosiometri dan sosiogram.
11) Bekerjasama dengan konselor dalam mengadakan pemeriksaan kesehatan psikologis oleh tim ahli.
12) Mengidentifikasi siswa yang memerlukan bantuan.
13) Ikut serta atau menyelenggarakan sendiri pertemuan kasus.
4. Guru/Pengajar
Peran dan tanggung jawab guru dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling sangat diharapkan karena guru memiliki kesempatan lebih banyak bertatap muka dengan siswa dan bisa secara langsung berinteraksi dengan siswa. Adapun tugas dan peranan guru dalam kegiatan ini sebagai berikut.
1) Turut serta aktif dalam membantu melaksanakan kegiatan program bimbingan dan konseling.
2) Memberikan informasi tentang siswa kepada staf bimbingan dan konseling.
3) Memberikan layanan instruksional.
4) Berpartisipasi dalam pertemuan kasus.
5) Memberikan informasi kepada siswa.
6) Meneliti kesulitan dan kemajuan siswa.
7) Menilai hasil kemajuan belajar siswa.
8) Mengadakan hubungan dengan orang tua siswa.
9) Bekerjasama dengan konselor mengumpulkan data siswa dalam usaha untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapi siswa.
10) Membantu memecahkan masalah siswa.
11) Mengirimkan masalah siswa yang tidak dapat diselesaikan kepada konselor.
12) Mengidentifikasi, menyalurkan, dan membina bakat.
5. Petugas Administrasi
Keberhasilan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah juga memerlukan keterlibatan dari petugas administrasi di sekolah yang bersangkutan. Adapun tugas dan peranannya sebagai berikut.
1) Mengisi kartu pribadi siswa.
2) Menyimpan catatan-catatan dan data lainnya.
3) Menyelesaikan laporan dan pengumpulan data tentang siswa.
4) Mengirim dan menerima surat panggilan dan surat pemberitahuan.
5) Menyiapkan alat-alat atau formulir-formulir pengumpulan data siswa.
2.5 Struktur Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Menurut Depdiknas (2008) struktur organisasi pelayanan bimbingan dan konseling pada setiap satuan pendidikan tidak mesti sama. Masing-masing disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan yang bersangkutan. Meskipun demikian, struktur organisasi pada setiap satuan pendidikan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Menyeluruh, yaitu mencakup unsur-unsur penting yang terlibat di dalam sebuah satuan pendidikan yang ditujukan bagi optimalnya bimbingan dan konseling.
b. Sederhana, maksudnya dalam pengambilan keputusan atau kebijaksanaan jarak antara pengambil kebijakan dengan pelaksananya tidak terlampau panjang. Keputusan dapat dengan cepat diambil tetapi dengan pertimbangan yang cermat, dan pelaksanaan layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling terhindar dari urusan birokrasi yang tidak perlu.
c. Luwes dan terbuka, sehingga mudah menerima masukan dan upaya pengembangan yang berguna bagi pelaksanaan dan tugas-tugas organisasi, yang semuanya itu bermuara pada kepentingan seluruh peserta didik.
d. Menjamin berlangsungnya kerja sama, sehingga semua unsur dapat saling menunjang dan semua upaya serta sumber dapat dikoordinasikan demi kelancaran dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling untuk kepentinga peserta didik.
e. Menjamin terlaksananya pengawasan, penilaian dan upaya tindak lanjut, sehingga perencanaan pelaksanaan dan penilaian program bimbingan dan konseling yang berkualitas dapat terus dilakukan. Pengawasan dan penilaian hendaknya dapat berlangsung secara vertikal (dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas), dan secara horizontal (penilaian sejawat).
Dalam melaksanakan tugas layanan bimbingan dan konseling Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dapat bekerjasama dengan berbagai pihak di dalam satuan pendidikan (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, staf administrasi sekolah) dan di luar satuan pendidikan (pengawas pendidikan, komite sekolah, orang tua, organisasi profesi bimbingan dan konseling, dan profesi lain yang relevan).
Keterlibatan berbagai pihak dalam mendukung pelaksanaan layanan bimbingan konseling dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama seperti: mitra layanan, sumber data/informasi, konsultan, dan narasumber melalui strategi layanan kolaborasi, konsultasi, kunjungan, ataupun referal.
Adapun pola organisasi bimbingan dan konseling di sekolah sebagai berikut.
Struktur Organisasi Bimbingan dan
Konseling di Sekolah
Gambar 1. Bagan pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Untuk setiap personil yang diidentifikasikan itu ditetapkan, tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing yang terkait langsung secara keseluruhan organisasi pelayanan bimbingan dan konseling. Tugas, wewenang dan tanggung jawab Guru Pembimbing sebagai tenaga inti pelayanan bimbingan dan konseling dikaitkan dengan rasio antara seorang Guru Pembimbing dan jumlah peserta didik yang menjadi tanggung jawab langsungnya. Guru Kelas sebagai tenaga pembimbing bertanggungjawab atas pelaksanaan bimbingan dan konseling terhadap seluruh peserta didik di kelasnya.
Berhubungan dengan jenjang dan jenis pendidikan serta besar kecilnya satuan pendidikan, jumlah dan kualifikasi personil (khusus personil sekolah) yang dapat dilibatkan dalam pelayanan bimbingan dan konseling pada setiap satuan pendidikan dapat tidak sama. Dalam kaitan itu, tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing personil di setiap satuan pendidikan disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan yang bersngkutan tanpa mengurangi tuntutan akan efektifitas dan efisiensi pelayanan bimbingan dan konseling secara menyeluruh demi kepentingan peserta didik.
2.6 Mekanisme Implementasi Program Bimbingan di Sekolah
Pelaksanaan program merupakan implementasi program sesuai metode, waktu, pelaksana, sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan program yang telah ditentukan. Pelaksanaan ini juga didahului pengorganisasian seluruh komponen yang diperlukan dalam implementasi program. Untuk hal ini perlu ditata, disiapkan, dan disenergikan komponen-komponen implementasi program.
Program bimbingan merupakan suatu bentuk kegiatan yang cukup luas bidang geraknya, untuk itu diperlukan mekanisme kerja yang baik. Mengorganisasikan pelaksana, sarana-prasarana, metode, waktu, perlu dilakukan sehingga seluruh aspek itu siap digerakkan menuju pelaksanaan program secara efektif dan efisien. Kesiapan seluruh komponen tersebut merupakan syarat kelancaran implementasi masing-masing layanan maupun kegiatan pendukung bimbingan konseling yang diprogramkan. Untuk melaksanakan program bimbingan dan konseling di sekolah, konselor beserta personel lainnya perlu memperhatikan komponen kegiatan sebagai berikut (dalam Soejipto,1999: 105):
a. Komponen Pemrosesan Data
Kegiatan layanan bimbingan dan konseling meliputi beberapa aspek, yaitu: (1) pengumpulan data, (2) pengklasifikasian, (3) pendokumentasian, (4) penyimpanan, (5) penyediaan data yang diperlukan, dan (6) penafsiran. Data yang perlu diproses adalah data tentang keadaan siswa di sekolah yang meliputi: (a) kemampuan skolastik (bakat khusus, hasil belajar, kepribadian, intelegensi, riwayat pendidikan), (b) cita-cita, (c) hubungan social, (d) minat terhadap mata pelajaran, (e) kebiasaan belajar, (f) kesehatan fisik, (g) pekerjaan orang tua, dan (h) keadaan keluarga.
b. Komponen Kegiatan Pemberian Informasi
Komponen ini terdiri dari: (1) pemberian orientasi kehidupan sekolah kepada siswa baru. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkenalkan sekolah dan lingkungannya, agar para siswa tidak mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri di sekolah, (2) pemberian informasi tentang program studi kepada siswa yang dipandang memerlukannya. Hal ini dimaksudkan agar para siswa tidak salah pilih dalam menentukan program studi yang ada. Pilihan ini hendaknya sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Kegiatan ini sangat diperlukan bagi siswa di tingkat SMTA, (3) pemberian informasi jabatan kepada siswa yang diperkirakan tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan (4) pemberian informasi pendidikan lanjutan.
c. Komponen Kegiatan Konseling
Konseling dilakukan terhadap siswa yang mengalami masalah yang sifatnya lebih pribadi. Jika ada masalah yang tidak dapat diatasi oleh petugas yang bersangkutan, perlu dialihtangankan kepada pihak lain yang lebih ahli.
d. Komponen Pelaksana
Pelaksana jenis kegiatan tersebut adalah konselor sekolah, konselor bersama guru bidang studi dan juga kepala sekolah sesuai dengan fungsi dan peranannya masing-masing.
e. Komponen Metode/Alat
Alat yang dipakai untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan itu dapat berupa: tes psikologis, tes hasil belajar, dokumen, angket, kartu pribadi, brosur/poster, konseling dan sebagainya. Ini sesuai dengan jenis data atau kegiatan yang akan dikumpulkan/dilakukan.
f. Komponen Waktu Kegiatan
Jadwal kegiatan layanan dapat dilakukan pada awal tahun ajaran, secara periodik, bilamana perlu (insidental), akhir masa sekolah, awal semester atau waktu lain tergantung dari jenis/macam kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
g. Komponen Sumber Data
Data yang diperlukan dapat diperoleh dari siswa yang bersangkutan; guru, orang tua, teman-teman siswa, sekolah, masyarakat ataupun instansi. Hal ini tergantung atas jenis data yang diperlukan.
Semua kegiatan ini dikoordinasikan oleh konselor dan dipertanggungjawabkan kepada kepala sekolah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Program bimbingan dan konseling adalah suatu program yang memberikan layanan khusus yang dimaksudkan untuk membentuk individu dalam mengadakan penyesuaian diri. Program bimbingan ini menyangkut faktor pelaksana, faktor alat dan perlengkapan, metode dan bentuk pelayanan, anak-anak atau murid-murid yang menerima bimbingan itu, dan lembaga-lembaga masyarakat yang erat hubungannya dengan pelaksanaan bimbingan itu. Langkah-langkah penyusunan program bimbingan yang sederhana, yaitu: mengidentifikasi kebutuhan sekolah, melakukan penentuan urutan prioritas kegiatan, pembahasan konsep program bimbingan, penyempurnaan konsep program, pelaksanaan program, adakan evaluasi, dan revisi.
Variasi program bimbingan menurut jenjang pendidikan yaitu: Pendidikan Taman Kanak-Kanak, Program Bimbingan di Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Perguruan Tinggi. Jenis program menurut jenjang waktu pelaksanaannya yaitu: program tahunan, program bulanan, dan program harian. Konselor di sekolah terdiri atas: kepala sekolah, guru konselor atau guru pembimbing, tenaga khusus atau psikolog sekolah, pekerja sosial sekolah; dokter dan juru rawat. Struktur organisasi pada setiap satuan pendidikan hendaknya memperhatikan hal-hal seperti; menyeluruh, sederhana, luwes dan terbuka, menjamin berlangsungnya kerja sama, menjamin terlaksananya pengawasan, penilaian dan upaya tindak lanjut. Dalam melaksanakan program bimbingan dan konseling di sekolah, perlu memperhatikan komponen pemrosesan data, kegiatan pemberian informasi, kegiatan konseling, pelaksana, metode/alat, waktu kegiatan, dan sumber data.
3.2 Saran
Dalam membuat suatu rencana kegiatan perlu adanya suatu program sekolah salah satunya yaitu program bimbingan di sekolah, dimana dalam program ini diharapkan dapat membantu siswa dalam mengatasi masalah yang dihadapi khususnya dalam mengembangkan layanan bimbingan belajar bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar, dan Hendaknya orang tua dan sekolah dapat bekerja sama dalam membantu pelaksanaan bimbingan belajar, serta terbentuknya kerjasama antara guru dan konselor dalam memberikan bimbingan untuk siswa, sehingga program bimbingan di sekolah dapat mencapai hasil yang efektif dan efesien.
SUMBER: universitas pendidikan ganesha, jln udayana 11 singaraja
Post a Comment for "MAKALAH PROGRAM BIMBINGAN DI SEKOLAH"
silahkan anda melakukan komentar pada kolom komentar di bawah ini